"Untuk mengobati luka lama kita perlu mencari pengobat hati yang baru", kalimat itulah yang sering aku jadikan acuan untuk mencari cinta yang baru.
Satu demi satu aku coba. Membuka hati seluas-luasnya, namun tak pernah menemukan kesempatan untuk bisa bersama. Semuanya kandas.
Akhirnya aku meminta temanku untuk mencarikan satu teman perempuan yang bisa di ajak bercerita. Dan dia pun mengenalkan satu sosok perempuan yang bisa membuat aku jatuh cinta lagi.
Aku jatuh hati padanya disaat aku sedang membutuhkan teman. Kami saling mengenal satu sama lain dan ternyata dia adalah adik kelas waktu SMA dulu.
Lama kami saling mengenal. Bertukar cerita tentang kisah kasih di masa lalu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat komitmen "menikah".
Aku dan dia mulai saling nyaman. Saling melengkapi satu sama lain. Saling berbagi kisah pilu dan terkadang pula aku dan dia selalu menghadirkan orang di masa lalu diantara cerita kami berdua.
Perlahan-lahan aku melupakan kisah ku yang dulu. Aku dan dia tak pernah ada hubungan yang memiliki ikatan namun kami memiliki satu tujuan bersama yaitu komitmen "menikah".
Karena aku rasa ikatan pacaran itu sudah tak bisa lagi melekat pada diri kita dengan usia masing-masing yang sudah hampir menginjak kepala 3.
Singkat cerita, aku dan dia telah mengukir kisah sendiri. Aku dengan segala hal tentang dirinya dan begitupun sebaliknya. Memasuki tahun pertama kami saling mengenal. Ada keinginan besar dalam diriku untuk segera melaksanakan komitmen itu. Namun apa daya, ada saja kendala yang hadapi.
Melihat orang lain menikah rasa ingin segera melamarnya menggebu-gebu. Namun aku bersyukur dia pun masih bisa menunggu.
Aku tak pernah menemui wanita yang sesabar dirinya. Sebaik dia, selembut dia. Dia adalah "Mutiara" bagiku. Aku seperti orang yang beruntung bisa mencintai dan mengenal dirinya. Aku merasa inilah alasannya kenapa dari 6 hati yang pernah aku singgahi tak pernah satu pun yang bisa membuat aku jatuh cinta lagi.
Memasuki tahun kedua, masalah demi masalah kami hadapi. Aku dengan keegoisan ku begitu pun dia dengan keras hatinya. Kami sering berselisih paham. Namun komitmen awal untuk hidup bersama membuat masalah demi masalah bisa kami hadapi.
Namun ada beberapa hal yang seharusnya tidak mengusik ketenangan hubungan kami. Kadang ada saja angin yang membawa berita kepada nya yang menjelekkan tentang diriku. Aku di anggap sebagai orang yang sama sekali tidak cocok dengan dia yang begitu polos. Semakin sering dia mendengar kabar tersebut semakin tersisih aku dalam dirinya. Semakin sering kami berdebat dengan kasus yang sama. Yang akhirnya bisa membuat aku dan dia keluar dari keinginan yang di bangun bersama dari awal.
Semakin sering kami di uji. Semakin sering pula aku meminta petunjuk kepada sang pencipta. Dalam mimpi pun aku selalu diberikan petunjuk tentang dirinya. Tak pernah aku mendapatkan petunjuk mimpi selain dirinya. Hal itu membuat aku yakin bahwa dirinya adalah takdir yang memang akan menjadi kenyataan untuk diriku.
Bulan berganti bulan, ujian semakin lebih mendominasi ketimbang kebahagiaan. Kadang dia dengan sendirinya mengatakan bahwa dirinya sudah tak punya rasa lagi akan diriku. Kadang dia mati rasa akan cintaku. Hal-hal yang tidak pernah aku harapkan mulai bermunculan. Restu dari keluarga besarnya yang tak pernah kami dapatkan begitu pula dengan perasaan dirinya yang kian hari kian berkurang bahkan sudah tak ada.
Sakit hati sudah pasti, namun aku tak ingin larut dalam hal itu. Aku berjanji untuk perjuangkan hubungan yang telah lama kami jalin. Apa yang tidak dia sukai terkadang aku lakukan dengan segala ketidakmampuan ku mengontrol diri. Aku takut kehilangannya, sampai-sampai aku mengancam ingin membunuhnya. Aku tak tahu harus berbuat apalagi untuk bisa membuat dirinya seperti dulu lagi.
Kadang dia mengingatkan aku, bahwa sikap ku yang tidak terkontrol membuat dirinya takut. Aku seolah-olah ingin memilikinya dalam genggaman ku. Aku lupa bahwa keinginan kami untuk hidup bersama telah melenceng jauh. Dia tertekan atas sikap ku, namun aku pun berlaku seperti itu bukan tanpa alasan.
Waktu berlalu, kini kisah kami sudah tak seperti dulu lagi. Dia yang telah muak dengan sikap aku mencoba untuk keluar dari jeratan diriku. Aku yang selalu berjuang sendiri untuk memperbaiki semuanya kembali, tertatih bahkan tak mampu untuk melangkah lebih jauh. Keinginan besar dalam diriku untuk hubungan ini adalah membuat dirinya bahagia. Segala hal aku lakukan demi melihat dirinya tertawa, namun disaat dia jauh dariku, "Mutiaraku" seolah-olah hilang. Yah aku mulai kehilangan sosok dirinya yang dulu begitu tulus mengucapkan kalimat "Aku rindu".
Waktu berjalan menuju 3 tahun, kisah aku dengan dirinya berada di ujung tanduk. Katanya, sudah tak ada harapan lagi untuk bisa bersama. Tanpa restu, tanpa pondasi dalam hatinya, semua orang-orang terdekatnya tak ada yang merestui hubungannya dengan diriku. Aku berontak, dia yang ajarkan aku segala hal tiba-tiba berkata demikian.
"Aku yang jatuh dia yang ulurkan tangan. Aku yang sakit dia yang memberikan obat. Aku yang hilang arah dia yang menjadi petunjuk arah. Aku yang berdarah dia yang mengusap darah itu. Aku yang hampir menyerah dia yang selalu hadir untukku. Aku menikmati segala hal tentang dirinya. Sampai aku lupa aku telah lupa diri. Aku terlalu mencintainya, terlalu memuja dirinya. Sampai aku lupa, rasa dia terhadap diriku sudah sampai pada titik beku, yang perlahan semakin cair dan akhirnya hilang. "
Dan sampailah pada ujungnya, ketika antara kita tak bisa lagi untuk bersama. Aku kembali jatuh untuk yang kedua kalinya disaat mendekati garis komitmen "menikah". Dia sudah lelah dengan segala sikapku. Aku bisa apa, tentu aku hanya bisa meratapi kehilangan sosok yang aku selalu banggakan di depan orang banyak. Aku terlalu mencintainya sampai aku lupa mencintai dzat yang menciptakan cinta itu. Perjuanganku ternyata sebatas ujung jalan bukan mendekati finish.
Benih-benih yang pernah kita ciptakan bersama, tak bisa kita petik hasilnya. Kita telah sama-sama terluka dengan keegoisan masing-masing. Kita telah di lukai oleh sifat tak ingin mengalah satu sama lain. Tangisanku seolah tak pernah bernilai lagi dimatamu. Perjalanan malam ku kini telah kau akhiri.
Kini Mutiaraku telah hilang bersamaan dengan dia yang telah pergi. Ia telah membebaskan dirinya dari aku yang selalu ingin membahagiakannya.
Tuhan, titip dia dalam segala do'a. Aku tak pernah ingin menyakitinya. Aku telah melewati batas maksimal mencintai sosok dirinya. Bahagiakan dia Tuhan, sempatkan aku melihat dia bersanding dengan orang yang bisa melebihi cintaku padanya.
Komentar