Tuhan, aku titip dia dalam setiap kutipan do'aku. Jaga dia dalam setiap langkah kakinya. Lindungilah dia dalam segenap naungan_Mu. Bahagiakan dia dengan keputusannya untuk pergi meninggalkan diriku. Aku tak rela Tuhan, tapi aku terpaksa untuk pamit pergi dan menerima segala keputusannya meskipun hal itu berbanding dengan segala luka dan rasa sakit yang begitu perih aku rasa. Aku terima perpisahan ini dengan kepala tegak, aku akan berbesar hati untuk bisa merelakan tragedi perpisahan ini, sebab aku sudah merasakan kehilangan dia jauh sebelum dia pergi menghilang untuk selamanya.
Tuhan, bantu aku untuk terbiasa tanpa dirinya. Temanilah perjalanan ku dengan segala petunjuk terbaik darimu. Sadarkan aku dikala diri ini mulai tersesat dan kembali rapuh. Sebab hatiku sudah tak lagi berpenghuni setelah kehilangan dirinya.
Hanya padamu Tuhan aku bisa berharap. 3 tahun lalu dia masuk dalam rumahku yang begitu berantakan. Datang dan pergi selayaknya tamu. Namun tak berselang lama dia merapikan segala pecahan kaca yang berantakan dalam rumahku sampai tak ada satu pun pecahan kaca yang tersisa dan dia pun menetap di dalamnya. Segala puing-puing yang berantakan dia tata dengan versi dirinya. Memperbaiki dinding-dinding rumah ku yang sangat tak terurus. Sampai debu-debu yang berterbangan pun tak tersisa oleh nya.
Dia lukisakan kisahnya di dalam dinding-dinding rumah ku. Memberikan warna baru dengan berbagai kisah kasih nya. Dia bilang rumah ku adalah rumah impiannya. Dia bahkan ingin menetap untuk selamanya dalam rumah itu. Dan aku pun dengan senang hati menerimanya.
Namun kau tahu kan Tuhan, ini bukan perihal rumah yang sesungguhnya.
Sebab, pecahan kaca yang dulu pernah dia rapikan tak pernah dia buang melainkan dia simpan rapi hanya untuk memecahkan nya kembali. Beling-beling kaca itu kembali menyayat dan menggoreskan diriku. Langkah demi langkah ku dipenuhi darah, sebab pecahan kaca yang kembali dia tebarkan.
Debu-debu yang pernah dia sapu bersih ternyata dia tebarkan kembali sebagaimana dulunya. Sampai-sampai aku tak bisa bernapas sejenak dibuatnya.
Tuhan, kini rumahku kembali tak berpenghuni lagi. Ijinkan aku menata kembali sisa rasa yang pernah di hadirkan saat dia menetap sesaat kemarin. Bantu aku untuk bisa sejenak menyingkirkan bayangan dia dalam setiap pandangan mata ku yang sampai saat ini masih bisa terbuka.
Aku tersiksa Tuhan, tak ada tempat untuk ku bercerita, berkeluh kesah selain padamu.
Tuhan, aku kembali kesepian dalam rumahku kini. Namun bayangan dirinya setiap saat selalu mempermainkan perasaan ku. Membuat mataku tak pernah bisa terlelap dengan tenang. Dia menjadi hantu yang setiap saat selalu menghantam dan menghantui diriku, sehingga aku tak pernah bisa untuk tidur dengan tenang.
Tuhan, apakah aku bisa memohon atau mengemis padamu untuk bisa memberikan sedikit ketenangan jiwaku.
Bukankah aku telah melakukan semua syarat sebagaimana yang Engkau firmankan untuk mendapatkan ketenangan jiwa, tapi kenapa bayang dirinya masih menari seolah-olah tak berdosa dalam pikiranku. Mengapa dia masih hadir dalam mimpiku. Bukankah dirimu lebih tahu Tuhan, bagaimana cara ku untuk bisa sembuh dari goresan pecahan kaca yang dia taburkan. Bukankah aku selalu mengeluh kepadamu saat aku menangis Tuhan, lalu mengapa Engkau biarkan bayangnya menyiksa diriku. Hanya dirimu Tuhan yang tahu, sesakit apa yang aku rasakan ketika dia lebih memilih pergi dan melukai diriku.
Jika memang segala jenis mimpiku tentang dirinya mengisyaratkan bahwa dirinya membutuhkan aku, lantas kenapa dia memilih untuk mengakhirinya. Mengapa ia pergi dalam rumahku yang dulu ia anggap sebagai rumah impiannya. Tak ingatkah dirimu Tuhan bagaimana aku merayu mu siang dan malam hanya untuk meminta dia tetap bertahan menjadi penghuni tetap rumahku. Bukankah untaian do'aku selalu merendahkan diri demi merayu dzat mu agar bisa menyadarkan dia bagaimana rapuhnya diriku tanpa dia. Meskipun kau tahu Tuhan, dalam hatiku akan selalu ada dia. Dia tetap terpatri dalam kalbuku yang paling dalam.
Aku seperti menjadi dua kepribadian Tuhan, di dalam keramaian aku yang paling bisa tertawa dengan terbahak-bahak. Merasa paling bisa bahagia di antara cerita klasik yang sebenarnya tak lagi menarik. Sedangkan di saat sepi, aku masih merengek merayu mu hanya untuk dipersatukan lagi dalam versi yang baru. Menangis merendahkan diri, bersujud siang dan malam demi cinta yang sempat memberikan aku warna baru dalam hidupku.
Tuhan, kini aku mulai terbiasa dengan tanpa dirinya. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak lagi mengingat kembali segala hal tentang dirinya. Dia yang dulu selalu menempati ruang kosong dalam rumahku, kini kenangan bersama nya akan aku ganti. Meski butuh waktu yang begitu banyak bagiku menemukan sosok yang melebihinya.
Tuhan, saat ini aku pasrahkan padamu. Jika masih sempat, ingatkan dia akan sebangga apa aku menyebut namanya hanya untuk merayu diri_Mu demi keinginan untuk hidup bersama nya. Jika masih bisa, ingatkan dia bagaimana pahitnya rasa kebencian yang harus aku telan dari orang-orang terdekatnya yang tak menginginkan dia untuk bisa kembali lagi seperti yang dulu. Dan jika masih ada jalan, ingatkan dia bagaimana sakitnya tangisan yang aku pendam saat merendahkan diri pada_Mu hanya untuk mencintai dirinya.
Tuhan, berikan aku petunjuk terbaikmu. Karena saat ini diriku hanya bisa mengandalkan "Kun fayakun" darimu. Apapun yang terjadi kedepannya, jika yang terbaik untuk ku buatlah dia menetap sampai rumahku hilang. Dan jika masih sekedar untuk singgah hanya sekedar merapikan pecahan kaca dan menyapu butiran debu yang beterbangan, lebih baik kembalikan saja dia yang pertama kali masuk dalam rumahku. Aku akan menata kembali segala kesalahan dalam rumahku bersamanya lagi.
Terimakasih Tuhan.............!
Komentar