Di Sumbawa terdapat seorang Datuk Rangga yang bergelar Raja Anjong. Ia memiliki seorang istri yang cantik jelita yang bergelar Putri Nakia. Selain sangat menyayangi rakyatnya, ia juga sangat bijaksana dalam mengambil keputusan. Karena itu, rakyat Sumbawa sangat mengasihi dan menghormatinya. Bahkan, Sultan Badrunsyah juga sangat menyayanginya. Sekalipun demikian, ada juga orang yang tidak menyukainya, yaitu Daeng Matita, yang memegang jabatan Datu Kalileba.
Daeng
Matita yang sangat membenci Raja Anjong berusaha dengan segala cara
menjatuhkannya. Untuk menjalankan niatnya itu, ia bekerja sama dengan Ponto
Wanike, seorang bajak laut yang sangat bengis. Usaha mereka tidak sia-sia,
karena tak lama kemudian, Raja Anjong beserta istri dan pelayannya diusir dari
negeri Sumbawa. Mereka kemudian menetap di Sanggar. Di kota ini, Raja Anjong
kemudian berganti nama menjadi Ompu Keli, sedangkan Putri Nakia berganti nama
menjadi Ina Rinda. Di kota ini pula, kedua pasangan itu menemukan seorang bayi
laki-laki, yang kemudian mereka beri nama La Hami. Suatu malam, Ompu Keli
bermimpi agar ia mengirimkan La Hami ke Dongga. Dalam hatinya, ia merasa yakin
bahwa mimpi itu merupakan isyarat nyata. Maka, ia pun memerintahkan La Hami
untuk berangkat ke kota itu. Setelah mengalami berbagai rintangan, La Hami pun
sampai di Donggo. Ketika ia hendak berburu, ia bertemu dengan Lalu Jala, salah
seorang putera Raja Sanggar. Karena mereka sama-sama menyukai berburu, hubungan
kedua pemuda itu menjadi semakin akrab. Ketika mereka sedang mengejar seekor
rusa, Lalu Jala nyaris masuk jurang, namun La Hami dengan kecekatannya berhasil
menolongnya. Karena jasanya itu, La Hami diangkat menjadi Bumi Ngoco (kepala
prajurit), sedangkan ayahnya diangkat menjadi Ruma Hadat.
Pada
suatu hari La Hami tidak sengaja melihat putri kerajaan Dompo, Nila Kanti,
ketika ia hendak mandi. Sang Putri menjadi sangat marah dan menuduh La Hami
mempunyai maksud tidak baik terhadapnya. Namun, ketika Puteri Nila Kanti
melihat ketampanan La Hami, kemarahannya langsung sirna. Ia bahkan menjadi
tertarik dengan pemuda itu. Demikian pula sebaliknya. Keduanya sama-sama jatuh
cinta.
Hubungan
La Hami dan Puteri Nila Kanti diketahui oleh Baginda Abdul Azis, ayahanda sang
putri, dan ia pun bermaksud menikahkan mereka. Namun, sebagai raja, ia harus
melihat keberanian calon pendamping putrinya itu. Ia kemudian mengadakan
sayembara yang ditujukan bagi seluruh putera raja, yaitu siapa saja mampu
mengalahkan ilar mestika, ia akan diangkat menjadi menantu raja.
Raja
Sanggar memerintah Lalu Jala untuk mengikuti sayembara tersebut. Namun, dalam
perjalanan, Lalu Jala ditawan oleh gerombolan penyamun Manderu. Setelah
berhasil menawan Lalu Jala, ketua gerombolan penyamun itu bermaksud menculik
Putri Nila Kanti dan menjual keduanya kepada Ponto Wanike, bajak laut yang
bengis itu. Mereka pun mengatur siasat dan berhasil menculik Putri Nila Kanti.
Mendengar kabar penculikan itu, La Hami mengerahkan prajuritnya untuk menyerang
Manderu dan komplotannya. Mereka berhasil mengalahkan gerombolan itu dan
membawa Nila Kanti ke Dompo. Keberhasilan La Hami dan prajuritnya tidak hanya
sampai di situ. Ketika Daeng Matita bermaksud menyerang kerajaan Sanggar, ia
pun berhasil melumpuhkan penyerangan itu. Kabar keberanian La Hami sampai juga
ke telinga Raja Bima dan ia ingin mengangkat La Hami sebagai penerus tahta
kerajaannya. Raja Bima pun mengutus pengawalnya untuk menyelidiki La Hami.
Betapa senangnya ia ketika mengetahui bahwa La Hami adalah anak kandungnya yang
dibuang 25 tahun yang lalu. Ia pun mengangkat La Hami sebagai raja untuk
menggantikan dirinya.
Raja
Sanggar yang mengetahui bahwa La Hami telah menjalin hubungan dengan Putri Nila
Kanti membatalkan niatnya untuk menikahkan puteranya Lalu Jala dengan Putri
Dompo itu. Ia kemudian menjodohkan Lalu Jala dengan adik kandung Putri Nila
Kanti, yaitu Putri Sari Rangkas. Akhirnya, La Hami pun menikah dengan Nila
Kanti, sedangkan Lalu Jala menikah dengan Putri Sari Rangkas.
Komentar